1. Hadzf. Kaidah Al-Hadzf ( الْحَذْفُ) adalah kaidah yang membuang huruf. Di dalam penulisan al-Quran terdapat beberapa huruf yang dibuang dengan mengikuti kaidah hadzf. Adapun huruf-huruf yang dibuang ada 5 yaitu alif, wawu, ya', lam, dan nun. Contoh alif yang dibuang. 29 Juli 2020 Rasm Utsmani adalah cara penulisan Alquran yang dibakukan pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan 25 H. Cara ini dalam beberapa hal berbeda dengan kaidah penulisan Arab konvensional. Tulisan Alquran sebagai disiplin ilmu berbeda-berbeda dengan Alquran dalam qira’at. Karena itu, riwayat penulisannya pun tidak tunggal. Selain dua nama al-Dani dan Abu Dawud di atas, terdapat berderet nama penting yang menjadikan ilmu ini mandiri di luar kajian umum ulum Alquran. Dari karya-karyanya yang masih bisa dilihat sampai sekarang, antara lain, Ibn Abu Dawud w 316 H dalam karyanya al-Mashahif, al-Mahdawi w 430 H dalam karyanya Hija’ al-Mashahif al-Amshar, al-Balansi w 563 H dalam karyanya al-Munsif, al-Syatibi w 590 H dalam karyanya Aqilat al-Atrab, dan al-Sakhawi w 643 H dalam karyanya al-Wasilah. Menurut Qadduri, disiplin rasm Utsmani berbeda dengan ilmu kaligrafi. Kajian rasm Utsmani sangat terkait aspek bahasa, maka sebagaimana dikemukakan al-Suyuthi w 911 H, semua penulisannya pun terkait kaidah kebahasaan. Setidaknya, itu yang menjadi rumusan kaidah ilmu rasm Utsmani yang masyhur. Pertama, membuang huruf hadhf; kedua, menambahkan huruf al-Ziyadah; ketiga, penulisan hamzah; keempat, pergantian huruf al-Badal; kelima, kata yang disambung dan diputus penulisannya al-fasl wa al-wasl; dan keenam, penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya ma fihi qira’atani wa kutiba ala ihdahuma. Contoh-contoh sederhana dalam enam kaidah di atas, antara lain, pertama membuang huruf, misalnya penulisan kata al-alamin dalam rasm ditulis dengan tanpa alif setelah huruf ain. Kedua, menambahkan huruf, misalnya penulisan kata mulaqu rabbihim yang tidak disertai alif bentuk jamak dalam rasm ditambahkan alif setelah waw. Ketiga, pergantian huruf, misalnya penulisan kata al-hayat dalam rasm ditulis dengan pergantian alif dengan waw. Keempat, kata yang disambung dan diputus penulisannya, seperti pada kata an la dalam rasm terkadang ditulis disambung menjadi alla. Sedangkan kelima, penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya, misalnya bacaan Hafs pada QS al-Baqarah [2]132 yang dibaca wawassha karena mengikuti riwayat Qalun maka ditulis menjadi wa awsha. Dari semua contoh tersebut bacaannya sama, hanya cara penulisan rasm-nya yang berbeda. Dari semua kaidah tersebut, rasm Utsmani Mushaf Alquran Standar Indonesia setelah ditelaah ulang dan dikaji oleh tim internal LPMQ dengan melibatkan ulama Alquran dari dalam dan luar negeri, hasilnya muncul kesepakatan untuk menyempurnakan kaedah dan panduan penulisan 186 kata, yang sama sekali tidak berpengaruh pada makna atau orisinalitas Alquran itu sendiri. Karena dalam beberapa tempat sudah sesuai dengan riwayat al-Dani. Tokoh-tokoh luar negeri yang diundang pun kompeten di bidangnya, seperti Prof Dr Abdul Karim Mesir, Prof Dr Samih Athaminah Yordania, Prof Dr Miyan Tahanawi Pakistan, dan Dr Zain el-Abidin Mujamma’ Malik Fahd Madinah. Demikian, Wallahu a’lam. Sumber

PENGENALAN×ADHF DAN ITHBÓT ALIF DALAM RASM UTHMANI. 1.1 Pendahuluan . 1.2 Definisi ×adhf Dan Ithbat Alif . 1.3 Kategori ×adhf. 1.4 Huruf-Huruf Yang Dihadhf Dalam Rasm Uthmani . 1.4.1 . Huruf Alif. 1.4.2 . Huruf Waw . 1.4.3 . Huruf Ya ' 1.4.4 . Huruf Lam . 1.4.5 Huruf Nun . 1.5 Perbezaan ×adhf Dan Ithbat Alif Antara Naskhah-Naskhah

Abstract Rasm utsmani adalah jenis tulisan Al-Qur’an yang secara khusus diatur oleh Usman bin Affan pada masanya berdasarkan pelafalan qira'ah Al-Qur'an yang berbeda. Hingga hari ini, ada banyak pendapat tentang hukum penulisan Al-Qur'an di Rasm Utsmani. Yang pertama adalah kewajiban, karena Rasm Utsmani dikategorikan tauqifi, yang kedua tidak wajib berdasarkan pada Khat Rasm Utsmani, karena itu bukan tauqifi, yang ketiga adalah bahwa itu dapat ditulis berdasarkan peraturan arabiyyah dan sharfiyah, tetapi harus didasarkan pada Mushaf Al-Qur'an yang ditulis dalam Khat Rasm Utsmani saat dokumen disimpan. Berdasarkan pernyataan di atas, penelitian ini dilakukan untuk memeriksa dan menggambarkan konsep Rasm Utsmani dalam Mushaf al-qur'an. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode yang digunakan adalah studi literatur. Berdasarkan hasil, penelitian ini membahas tentang sejarah, regulasi dan penulisan Al-Qur'an dalam Rasm Utsmani. Karena diskusi sering terjadi pendapat yang berbeda di antara para ulama 'misalnya dalam konteks kelayakan penulisan di mana konsep penulisan Rasm Utsmani memiliki tiga kategori yaitu kesesuaian sepenuhnya, kesesuaian pemikiran, dan kesesuaian probabilitas, sehingga tidak sepenuhnya lengkap. sama. Prinsip itu diperlukan sebagai sumber pembacaan-penulisan Al-Qur'an. PDF Bahasa Indonesia How to Cite Fathul Amin. 2020. KAIDAH RASM UTSMANI DALAM MUSHAF AL-QUR’AN INDONESIA SEBAGAI SUMBER BELAJAR BACA TULIS AL-QUR’AN. Tadris Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan Islam, 141, 72-91.
Ziyadahberarti penambahan huruf alif, ya, atau wawu dalam Rasm Utsmani. Kaidah Hamzah; Kaidah al-Washal wa al-Fashal (Sambung Pisah) Washal artinya menyambung. Yang dimaksud di sini adalah metode penyambungan kata (dalam Bahasa Arab disebut huruf, jadi penyambungan dua huruf) yang mengakibatkan hilang atau dibuatnya huruf tertentu. loading... Rasm adalah rumusan-rumusan cara penulisan Al-Qur'an. Lalu apa yang dimaksud dengan Rasm Utsmani? Menurut Dr Zainal Arifin Madzkur, Peneliti dan Pentashih di LPMQ Balitbang dan Diklat Kementerian Agama, Rasm usmani adalah cara penulisan Al-Qur'an yang dibakukan pada masa Khalifah Usman bin Affan 25 H/ 646 M. Cara ini dalam beberapa hal berbeda dengan kaidah penulisan Arab konvensional. Baca Juga Tulisan Al-Qur'an sebagai disiplin ilmu berbeda dengan Al-Qur'an dalam qira'at. Oleh karena itu, riwayat penulisannya pun juga tidak tunggal. Selain dua nama Al-Dani dan Abu Dawud di atas, terdapat nama-nama penting yang menjadikan ilmu ini mandiri di luar kajian umum ulum Al-Qur’ yang masih bisa dilihat sampai sekarang, antara lain Ibn Abu Dawud wafat 316 H/ 928 M menulis al-Mashahif. Al-Mahdawi wafat 430 H/ 1036 M menulis Hija' al-Mashahif al-Amshar. Al-Balansi wafat 563 H/ 1167 M menulis Al-Munsif. Al-Syatibi wafat 590 H/ 1194 M menulis 'Aqilat al-Atrab. Al-Sakhawi wafat 643 H/ 1245 M menulis Al-Wasilah, dan Qadduri, disiplin Rasm Utsmani berbeda dengan ilmu kaligrafi. Kajian Rasm Utsmani sangat terkait dengan aspek bahasa lughah, maka sebagaimana dikemukakan oleh al-Suyuthi wafat 911 H/ 1505 M, semua penulisannya pun juga terkait kaidah-kaidah kaidah ilmu rasm usmani yang masyhur, yaitu[1] membuang huruf hadhf,[2] menambahkan uruf al-ziyadah,[3] penulisan hamzah,[4] pergantian huruf al-badal,[5] kata yang disambung dan diputus penulisannya al-fasl wa al-wasl, dan[6] penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya ma fihi qira’atani wa kutiba ala ihdahuma.Contoh-contoh sederhana dalam enam kaidah di atas, antara lain[1] membuang huruf, misalnya; penulisan kata العالمين dalam rasm ditulis dengan tanpa alif setelah huruf ain العلمين;[2] menambahkan huruf, misalnya; penulisan kata ملاقو ربهم dalam rasm ditambahkan alif setelah waw menjadi ملاقوا ربهم;3] penulisan hamzah, misalnya penulisan kata شطاه dalam rasm menjadi شطئه;4] pergantian huruf, misalnya penulisan kata الحياة dalam rasm ditulis dengan pergantian alif dengan waw menjadi الحيوة;5] kata yang disambung dan diputus penulisannya, seperti pada kata ان لا dalam rasm terkadang ditulis disambung menjadi الا; dan[6] penulisan salah satu dari dua qira’at yang tidak bisa disatukan tulisannya, misalnya bacaan Hafs pada QS al-Baqarah/2132 yang dibaca ووصي karena mengikuti riwayat Qalun maka ditulis menjadi واوصي. Dari semua contoh tersebut bacaannya sama, hanya cara penulisan rasm-nya yang Utsmani Mushaf Al-Qur’an Standar Indonesia, setelah ditelaah ulang dan dikaji oleh tim internal LPMQ dengan melibatkan ulama Al-Qur’an dari dalam dan luar negeri, muncul kesepakatan untuk menyempurnakan penulisan 186 kata. Dalam beberapa tempat lainnya sudah sesuai dengan riwayat luar negeri yang diundang kompeten di bidangnya, yaitu Prof Dr Abdul Karim Mesir; Prof Dr Samih Athaminah Yordania; Prof Dr Miyan Tahanawi Pakistan; dan Dr Zain el-Abidin Mujamma' Malik Fahd Madinah. Baca Juga SumberLajnah Kemenag rhs
PengertianRasm Al Qur'an dan Sejarah Mushaf Utsmani - EDUKASI. Rasm dalam bahasa arab memiliki arti menggambarkan, menulis , membekas, dan sebagainya. sedangkan menurut istilah ilmu rasm Al-qur`an adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang lafadz-lafadz maupun huruf-huruf yang ada didalam Al- qur`an. Dalam konteks pemeliharaan , yang dimaksud

CONTOH 6 KAIDAH RASM UTSMANI SINGKAT Seringkali kita mendengar istilah Rasm Utsmani saat berhadapan dengan mushaf Al-Quran. Tahukah Anda bahwa Rasm Utsmani secara singkat adalah metode penulisan Al-Quran. Dan rasm utsmani memiliki disiplin ilmu tersendiri. Ilmu Rasm Utsmani akhir-akhir ini semakin mendapat perhatian. Terutama banyak percetakan mushaf al-Quran yang menambahkan embel-embel "bi Rasm Utsmani" dengan Rasm Utsmani di sampulnya. Apa sebenarnya maksud dan fungsi dari Rasm Utsmani? Jawabannya akan dibuatkan artikel tersendiri. Pada artikel kali ini, penulis secara singkat ingin memperkenalkan 6 kaidah rumus umum yang terdapat dalam ilmu Rasm Utsmani. 1. Hadzf Kaidah Al-Hadzf الْحَذْفُ adalah kaidah yang membuang huruf. Di dalam penulisan al-Quran terdapat beberapa huruf yang dibuang dengan mengikuti kaidah hadzf. Adapun huruf-huruf yang dibuang ada 5 yaitu alif, wawu, ya', lam, dan nun. Contoh alif yang dibuang Contoh wawu yang dibuang لَّا يَسْتَوُنَ - لَّا يَسْتَوُونَ Contoh ya' yang dibuang إِلَّا لِيَعْبُدُونِ - إِلَّا لِيَعْبُدُونِي Contoh lam yang dibuang Contoh nun yang dibuang 2. Ziyadah Kaidah yang kedua adalah Az-Ziyadah الْزِّيَادَة. Yang dimaksud dengan ziyadah adalah menambahkan huruf. Adapun huruf yang ditambah bisa berupa alif, wawu, dan ya'. Berikut masing-masing contohnya Contoh alif tambahan لَن نَّدْعُوَ - لَن نَّدْعُوَا Contoh wawu tambahan Contoh ya' tambahan 3. Hamzah Penulisan hamzah juga memiliki kaidah tersendiri dalam Rasm Utsmani. Setidaknya penulisan hamzah terbagi menjadi 4 bentuk yaitu alif, wawu, ya', dan tanpa bentuk. Berikut masing-masing contohnya Hamzah berbentuk alif Hamzah berbentuk wawu Hamzah berbentuk ya' Hamzah tidak berbentuk diberi tanda baca kepala ain 4. Badal Yang dimaksud dengan badal الْبَدْلُ adalah mengganti huruf. Salah satu contoh kaidah badal adalah mengganti alif dengan wawu, mengganti nun taukid dengan alif, dan lain-lain. Adapun contohnya adalah Mengganti alif dengan wawuصَلَاة - صَلَوة Mengganti nun taukid dengan alifإِذَنْ - إِذًا 5. Washl wa Fashl Kaidah Washl dan Fashl adalah mengenai cara penulisan disambung atau terpisah. Terdapat beberapa kata yang kadang disambung dan kadang dipisah. Berikut contoh-contohnyaمِنْ مَا – مِمَّا أَمْ مَنْ – أَمَّنْ بِئْسَمَا 6. Lafaz Yang memiliki 2 qiraat Kaidah terakhir adalah apabila sebuah kata lafaz memiliki lebih dari satu macam bacaan maka dipilih yang masyhur atau dipilih salah satunya. Adapun salah satu contohnya adalah sebagai berikutمَلِكِ Kata di atas terdapat dalam QS Al-Fatihah ayat 4 dan memiliki 2 model bacaan yaitu bisa مَلِكِ dan مَالِكِ maka dipilih salah satu yaitu kata مَلِكِ karena secara rasm masih bisa mewakili keduanya.

Bagaimanpun pola tersebut sudah merupakan kesepakatan ulama mayoritas (jumhur ulama). 15 Ulama yang tidak mengakui rasm „Utsmani sebagai rasm tauqifi, berpendapat bahwa tidak ada masalah jika Al Qur‟an ditulis dengan pola penulisan standar (rasm imla‟i). Soal pola penulisan diserahkan kepada pembaca.
1. Pengertian Rasm Utsmani Rasm Utsmani adalah rasm bentuk ragam tulis Yang telah diakui dan diwarisi oleh umat islam sejak masa Utsman. Dan pemeliharaan pemeliharaan rasm Utsmani merupakan jaminan kuat bagi penjagaan Al-Qur’an dari prubahan dan pergantian huruf-hurufnya. Rasmul Al-Qur’an atau Rasm Utsmani atau Rasm Utsman adalah tata cara menuliskan Al-Qur’an yang ditetapkan pada masa khlalifah bin Affan. Istilah rasmul Qur’an diartikan sebagai pola penulisan al-Qur’an yang digunakan Ustman bin Affan dan sahabat-sahabatnya ketika menulis dan membukukan Al-Qur’an. Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari, Zaid bin Tsabit, Mus bin zubair, Said bin Al-Ash, dan Abdurrahman bin Al-harits. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah tertentu. Para ulama meringkas kaidah itu menjadi enam istilah, yaitu 1. Al–Hadzf membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf. Contohnya, menghilangkan huruf alif pada ya’ nida’يَََآَ يها النا س . 2. Al – Jiyadah penambahan, seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai hokum jama’ بنوا اسرا ئيل dan menambah alif setelah hamzah marsumah hamzah yang terletak di atas lukisan wawu تالله تفتؤا. 3. Al – Hamzah, Salah satu kaidahnya bahwa apabila hamzah ber-harakat sukun, ditulis dengan huruf ber-harakat yang sebelumnya, contoh ائذن . 4. Badal penggantian, seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata الصلوة. 5. Washal dan fashlpenyambungan dan pemisahan,seperti kata kul yang diiringi dengan kata ma ditulis dengan disambung كلما . 6. Kata yang dapat di baca dua bunyi. Suatu kata yang dapat dibaca dua bunyi,penulisanya disesuaikan dengan salah salah satu bunyinya. Di dalam mushaf ustmani,penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif, contohnya,ملك يوم الدين . Ayt ini boleh dibaca dengan menetapkan alifyakni dibaca dua alif, boleh juga dengan hanya menurut bunyi harakatyakni dibaca satu alif.[1] 2. Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Utsman Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan dengan penduduk irak, diantara orang yang ikut menyerbu kedua tempat itu ialah Huzaifah bin Al-yaman. Ia melihat banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an. Sebagian bacaan itu bercampur dengan kesalahan, tetapi masing-masing mempertahankan dan berpegang pada bacaannya, serta menentang setiap orang yang menyalahi bacaanya dan bahkan mereka saling mengkafirkan. Melihat kenyataan demikian Huzaifah segera menghadap Utsman dan melaporkan kepadanya apa yang telah dilihatnya. Utsman juga memberitahukan kepada Huzaifah bahwa sebagian perbedaan itupun akan terjadi pada orang-orang yang mengajarkan Qira’at kepada anak-anak. Anak-anak itu akan tumbuh sedang diantara mereka terdapat perbedaan Qira’at. Para sahabat amat memprihatinkan kenyataan ini karena takut kalau perbedaan itu akan menimbulkan penyimpangan dan perubahan. Mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran pertamayang ada pada abu bakar dan menyatukan umat islam pada lembaran-lembaran itu dengan bacaan yang tetap dengan satu huruf. Utsman kemudian mengirimkan utusan kepada Hafsah untuk meminjamkan mushaf Abu Bakar yang ada padanya dan hafsah pun mengirimkan lembaran-lembaran itu kepadanya. Kemudian Utsman memanggil Zaid bin Sabit al-Ansari, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin As, dan Abdurrahman bin Haris bin hisyam, ketiga orang terakhir ini adalah suku Quraisy, lalu memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, serta memerintahkan pula agarapa yang diperselisihkan Ziad dengan ketiga orang Quraisy itu ditulis dalam bahasa Quraisy, karena Al-Qur’an turun dengan logat mereka. Dari Anas “bahwa Huzaifah bin Al-Yaman datang kepada Utsman dan pernah ikut berperang melawan penduduk syam. Huzaifah amat terkejut oleh perbedaan mereka dalam bacaaan. Lalu ia berkata kepada Utsman “selamatkanlah umat ini sebelum mereka terlbatdalam perselisihan dalam masalah kitab sebagaimana perselisihan orang-orang yahudi dan nasrani. Utsman pu berkata kepada ketiga orang Quraisy Abdullah bin Zubair, Sa’id bin As, dan Abdurrahman bin Haris bin hisyam itu “Bila kamu berselisih pendapat denga Zaid bin Sabit tentang sesuatu dari Qur’an. Maka tulislah dengan logat Quraisy, karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Quraisy”. Mereka melaksanakan perintah itu. Setelah mereka selesai menyalinnya menjadi beberapa mushaf, Utsman mengembalikan lemabaran-lembaran asli itu kepada Hafsah. Selanjutnya Utsman mengirimkan kesetiap wilayah mushaf baru tersebut dan memerintahkan agar semua Al-Qur’an dibakar. Keterangan ini menunjukan bahwa apa yang dilakukan Utsman itu telah disepakati oleh para sahabat. Mushaf-mushaf itu ditulis dengan satu huruf dialek dari tujuh huruf Al-qur’an seperti yang diturunkan agar orang bersatu dalam satu Qira’at. Dan Utsman telah mengembalikan lembaran-lembaran yang asli kepada Hafsah, lalu dikirimkannya pula kesetiap wilayah masing-masing satu mushaf, dan ditahannya satu mushaf untuk dimedinah, yaitu mushafnya sendiri yang kemudian dikenl dengan nama “Mushaf Imam”. Penamaan mushaf imam itu sesuai dengan apa yang terdapat dalam riwayat-riwayat terdahulu dimana ia mengatakan “Bersatulah wahai sahabat-sahabat Muhammad, dan tulislah untuk semua orang satu imam mushaf Al-Qur’an pedoman. Kemudian ia memerintahkan membakar semua bentuk lebaran atau mushaf yang selain itu. Umat pun menerima perintah itu dengan patuh, sedangkan qira’at degan enam huruf lainnya ditinggalkan . keputusan ini tidak salah sebab Qira’at dengan tujuh huruf itu semua, tentu setiap huruf harus disampaikan secara mutawattir sehingga menjadi hujjah. Tetapi mereka tidak melakukannya. Ini menunjukan bahwa Qira’at dengan tujuh huruf itu termasuk dalam kategori keringanan. Dan bahwa yang wajib ialah menyampaikan sebagai dari ketujuh huruf tersebut secara mutawattir.[2] 3. Ar-Rasmul Utsmani Setelah kita membicarakan pengumpulan Al-Qur’an pada masa Utsman. Zaid bin Sabit bersama tiga orang Quraisy telah menempuh suatu metode Khusus dalam penulisan Al-Qur’an yang telah disetujui oleh Utsman. Para ulama menamakan metode tersebut dengan ar-rasmul Ustmani lil mushaf, yaitu dengan dinisbahkan kepada utsman. Tetapi kemudian mereka berbeda pendapat tentang status hukumnya. 1. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa rasm usmani buat Al-Qur’an ini bersifat taufiqi yang wajib dipakai dalam penulisan Al-Qur’an, dan harus sungguh-sungguh disucikan. Mereka menisbahkan taufiqi dalam penulisan Al-Qur’an ini kepada nabi. Penambahan ini sama sekali tidak bersumber dari nabi Rasulullah Saw, yang membuktikan bahwarasm itu taufiqi. Tetapi sebenarnya para penulislah yang mempergunakan istilah dan cara tersebut pada masa Utsman atas izinnya, dan bahkan Utsman telah memberikan pedoman kepada mereka. 2. Banyak ulama berpendapat bahwa Rasm Utsmani bukan taufiqi dari nabi, tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dngan baik, sehingga menjadi suatu keharusan yang wajib dijadikan pegangan dan tidak boleh dilanggar. 3. Segolongan orang berpendapat bahwa rasm Utsmani itu hanyalah sebuah istilah, tatacara, dan tidak ada salahnya jika menyalahi bila orang telah mempergunakan satu rasm tertentu untuk imla’ dan rasm itu tersiar luas diantara mereka. Abu bakar al-Balqani menyebutkan dalam kitabnya al-intisar “tidak ada yang diwajibkan oleh Allah mengenai cara atau bentuk penulisan mushaf. Karena itu para penulis Al-Qur’an dan mushaf tidak diharuskan menggunakan rasm tertentu yang diwajibkan kepada mereka sehingga tidak boleh cara lain, hal ini mengingat kewajibansemacam ini hanya dapat diketahui melalui pendengaran dalil sam’iy dan taufiqi[3] 4. Perbaikan Rasm Utsmani Mushaf Utsmani tidak memakai tanda baca titik dan syakal, karena semata-mata didasarkanpada watak pembawaan orang-orang arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal dengan harkat dan pemberian titik. Ketika bahasa arab mulai mengalami kerusakan karena banyaknya percampuran dengan bahasa non arab, maka para penguasa merasa pentingnnya ada perbaikan penulisan mushaf dengan syakal, titik dan lain-lain yangdapat membantu pembacaan yang benar. Para ulama berbeda pendapat tentang usaha pertama yang dicurahkan untuk hal ulama berpendapat bahwa orang pertama yang melakukan hal itu adalah Abul Aswad ad-Du’ali, peletak pertama dasar-dasar kaidah bahasa arab, atas permintaan Ali bin Abi Thalib. Perbaikan rasm mushaf itu berjalan secara bertahap. Pada mulanya syakal berupa titik fathah berupa satu titik diatas awal huruf, dammah berupa satu titik diatas akhir huruf dan kasrah berupa satu titik dibawah awal huruf. Kemudian terjadi perubahan penentuuan harkat yang berasal dari huruf, dan itulah yang dilakukan oleh al-Khalil. Perubahan itu ialah fathah adalah dengan tanda sempang di atas huruf, kasrah berupa tanda sempang dibawah huruf, dammah dengan wawu kecil diatas huruf dan tanwin dengan tamabahan tanda serupa. Alif yang dihilangkan dan diganti, pada tempatnya dituliskan dengan warna merah. Hamzah yang dihilangkan dituliskan berupa hamzah dengan warna merah tanpa huruf. Pada “nun” dan “tanwin” sebelum huruf “ba” diberi tanda iqlab berwarna merah. Sedang nun dan tanwin sebelum huruf tekak diberi tanda sukun dengan warna merah. Nun dan tanwin tidak diberi tanda apa-apa ketika idgham dan ikhfa. Setiap huruf yang dibaca sukun mati diberi tanda sukun dan huruf yang di idghamkan tidak diberi tanda sukun tetapi huruf yang sesudahnya diberi tanda syaddah, kecuali huruf “tha” sebelum “ta” makan suku tetap dituliskan. Kemudian pada abad ketiga hijriah terjadi perbaikan dan penyempurnaan rasm mushaf. Dan orangpun berlomb-lomba memilih bentuk tulisan yang baik dan menemukan tanda-tanda yang khas. Mereka memberikan untuk huruf yang disyaddah sebuah tanda seperti busur. Sedang untuk alif wasal diberi lekuk diatasnya, dibawahnya atau ditengahnya sesuai dengan harkat sebelumnya fathah, kasrah, atau dammah. Para ulama pada mulanya tidak menyukai usaha perbaikan tersebut karena khawatir akan terjadi penembahan dalam Al-Qur’an, berdasarkan ucapan ibnu mas’ud “Bersihkanlah Al-Qur’an dan jangan dicampuradukan dengan apapun. Kemudian akhirnya hal itu sampai kepada hukum boleh dan bahkan anjuran. Diriwayatkan oleh ibnu abu Daud dari al-Hasan dan ibnu sirin bahwa keduanya mengatakan “Tidak ada salahnya memberikan titik pada mushaf”. Dan diriwayatkan pula oleh Rabi’ah bin Abi Abdurrahman mengatakan “Tidak mengapa memberi syakal pada mushaf “. An-Nawawi mengatakan “pemberian titik dan penyakalan mushaf itu dianjurkan mustahab, karena ia dapat menjaga mushaf dari kesalahan dan penyimpangan. Perhatian untuk menyempurnakan rasm mushaf kini telah mencapai puncaknya dalam bentuk tulisan arab al-khattul arabiy. Kesimpulan Rasm Al-qur’an adalah tata cara penulisan Al-qur’an, yang biasa disebut juga dengan rasm Utsmani. Status hokum Rasm Al-qur’an masih diperselisihkan dalam tiga hal apakah tauqifi, bukan tauqifi atau ishtilahi. Rasm Utsmani memiliki fungsi yang sangat besar dalam menyatukan umat Islam. Pada awalnya rasm Utsmani tidak memiliki tanda baca tapi kemudian di tambahi dan disempurnakan. Hubungan antara rasmul qur’an dan qira’ah sangat erat sekali Karena semakin lengkap petunjuk yang dapat ditangkap semakin sedikit pula kesulitan untuk mengungkap pengertian-pengertian yang terkandung didalam Al-qur’ yang telah dijelaskan bahwa keberadaan mushaf ustmani yang tidak berharakat dan bertitik ternyata masih membuka peluang untuk membacanya dengan berbagai qira’at. Hal itu di buktikan dengan masih terdapatnya keragaman cara membaca Al-Qur’an. ◦◦◦◦◦ KaidahPenulisan Hamzah (Kaidah Imla dan Rasm) Berbeda dengan huruf hijaiyah lainnya, hamzah mempunyai kaidah tersediri dalam penulisannya. Hamzah bisa ditulis dalam bentuk alif, ya', wau, atau mandiri (seperti kepala ain). Di bawah ini akan dijelaskan cara penulisan hamzah dalam kaidah imla' dan juga rasm utsmani. pPzcqn.
  • 4a722sbwog.pages.dev/198
  • 4a722sbwog.pages.dev/359
  • 4a722sbwog.pages.dev/140
  • 4a722sbwog.pages.dev/84
  • 4a722sbwog.pages.dev/506
  • 4a722sbwog.pages.dev/485
  • 4a722sbwog.pages.dev/470
  • 4a722sbwog.pages.dev/508
  • kaidah kaidah rasm utsmani dan contohnya